Islam
adalah agama samawi yang dari segi akidah dan moral (akhlaq) sama persis dengan
agama samawi lainnya yang dibawa oleh para nabi sebelum nabi Muhammad SAW.
Namun dipandang dari sisi syari’ah, agama Islam memiliki keistimewaan
tersendiri dibanding dengan agama-agama samawi lainnya seperti Nashrani dan
Yahudi.
Syari’ah
Islam diperuntukkan seluruh makhluk hidup yang ada pada masa nabi pembawa
risalah Islam yakni nabi Muhammad SAW dan juga untuk makhluk hidup yang ada
setelah masa beliau hingga hari akhir tiba. Atau secara singkatnya syari’ah
Islam bersifat universal. Sedangkan syari’ah-syari’ah samawi sebelumnya hanya
diperuntukkan kaum tertentu saja.
Di
samping itu, syari’ah Islam merupakan syari’ah yang moderat antara syari’ah
Yahudi yang dikenal berat (atau diperberat) dan syari’ah
Nashrani yang dikenal ringan (atau diperingan). Universalitas syari’ah Islam juga dapat dilihat dari
realitas bahwa tujuan pensyari’ahan syari’ah Islam adalah untuk menjaga kemaslahatan dan kelangsungan
hidup muslim dan non-muslim.
Al-imam
al-Syathibi dalam kitabnya Al-Muwafaqot menerangkan bahwa tujuan pensyari’ahan
syari’ah Islam adalah
menjaga semua kemaslahatan makhluk hidup terutama
manusia. Dan kemaslahatan yang dimaksud adalah kemaslahatan multidimensi, mulai
dari kemaslahatan primer, tersier hingga sekunder[1].
Oleh
karena itulah implementasi syari’ah di dalam suatu masyarakat menjadi sebuah
jaminan kemakmuran dan ketenteraman. Kitab suci Al-Qur'an berulang kali
menyinggung tentang koleteral tersebut dan hal ini bisa ditemukan di dalam surat
Al-A’raf 96, Al-Maidah 66 dan beberapa tempat lainnya.
Namun
ketenteraman dan kemakmuran yang didambakan tersebut sangat jarang dapat
ditemukan pada suatu masyarakat dewasa ini. Dan hal
ini menganalogikan kurangnya – atau bahkan tidak adanya – implementasi syari’ah
pada masyarakat tersebut. Mungkinkah implementasi syari’ah kembali mencapai
puncak tertingginya? Bagaimana caranya agar problematika serius ini dapat kita
lewati?
SYARI’AH ISLAM DALAM LINTASAN SEJARAH MULTIFASE
Membahas
tentang perjalanan implementasi syari’ah – khususnya syari’ah Islam – dari masa
ke masa hampir dapat diketahui oleh semua kalangan muslim dari kasta ulama,
umaro’ dan awam. Lebih-lebih kenyataan ini bisa dibaca oleh orang-orang
non-muslim terutama para misionaris Eropa. Hampir dapat dipastikan bahwa realita
yang berkembang di masyarakat adalah sama, yaitu kemerosotan implementasi syari’ah
dari segala dimensinya.
Masa
Rasulullah SAW sebagai masa awal penurunan, aplikasi serta implementasi syari’ah
Islam tentunya merupakan masa teladan bagi masa-masa setelah masa beliau dalam
hal penerapan segala aspek syari’ah. Bisa dikatakan bahwa syari’ah Islam pada
masa nabi Muhammad mencapai puncak tertingginya dimana segala aspek kehidupan
mulai dari segi individual, sosial, religius, duniawi dan segala sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat seperti ekonomi, politik, edukasi dan hal-hal lainnya
dapat dijamah oleh syari’ah Islam.
Pada masa
khulafa al-rasyidin dan masa-masa sahabat implementasi syari’ah tidak
jauh berbeda dengan masa Rasulullah SAW. Secara global sejarah menggambarkan
bahwa syari’ah Islam pada masa khulafa al-rasyidin juga merupakan
masa-masa emas yang menjadi sejarah gemilang bagi aplikasi syari’ah Islam itu
sendiri. Namun pada masa ini implementasi syari’ah tentunya mengalami penurunan
dari level yang telah dicapai pada masa Rasulullah SAW.
Pada
periode ketiga yaitu periode tabi’in, implementasi syari’ah Islam dinilai
menurun daripada masa-masa sebelumnya. Hal ini juga tak lepas dari merosotnya
responsibilitas pemerintahan pada masa itu. Dekadensi moral yang bahkan
didalangi oleh beberapa pemimpin dinasti Umayyah pada masa itu memberikan
suntikan kuat pada kemerosotan tersebut.
Masa-masa
berikutnya juga mengalami penurunan implementasi syari’ah. Beberapa dinasti
yang berdiri dan berkembang setelah dinasti Umayyah menjadi saksi degradasi
aplikasi syari’ah Islam. Meski di berbagai bidang seperti pengetahuan dan sains
Islam mengalami masa keemasannya pada masa-masa itu, hal itu tak dapat menutupi
kemerosotan penerapan syari’ah dari berbagai aspeknya.
Hal ini
sebenarnya telah diindikasikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits beliau yang
diriwayatkan oleh beberapa kodifikator hadits seperti Imam Malik, Ahmad, Bukhori,
Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Thabrani, Ibnu Abi Syaibah, Al-Bazzar dan beberapa
kodifikator hadits yang lainnya. Dalam hadits tersebut beliau megindikasikan
bahwa abad terbaik adalah abad beliau, kemudian abad setelah abad beliau,
kemudian abad setelah itu.
Sampai
saat ini Islam dan syari’ahnya telah melewati lebih dari empat belas abad. Setelah
Islam dan syari’ahnya menjalani masa yang cukup panjang ini, tentunya sangat
banyak sekali kemerosotan penerapan syari’ah yang dapat diraba di berbagai
aspek dan sendi kehidupan masyarakat muslim. Sangat sulit sekali membandingkan
implementasi syari’ah pada masa dewasa ini dengan masa Rasulullah SAW.
Pemerintahan
Islam yang pada masa Rasulullah SAW dan masa-masa khulafa al-rasyidin serta
masa-masa beberapa dinasti Islam bersinar dan menjadi opsi pertama sistem pemerintahan
yang berkuasa di dunia, kini mengalami krisis yang sangat serius. Syari’ah
Islam sebagai undang-undang dan sistem masyarakat pada masa-masa tersebut juga
mengalami hal yang sama. Hampir mustahil kita menemukan pemerintahaan yang
seratus persen menggunakan syari’ah Islam sebagai undang-undang dan peraturan
hidup bermasyarakat.
Dewasa
ini syari’ah Islam kerap kali dianggap canggung dan tidak sejalan dengan
perkembangan zaman. Asumsi bahwa syari’ah Islam tak layak untuk memainkan peran
dalam kehidupan berpolitik, berekonomi dan bersosial mulai digulirkan di tengah
masyarakat. Hal ini berkaitan dengan misi rasionalisme dan sekularisme dalam
membuang jauh ‘agama’ dari kehidupan masyarakat dan membatasi kehidupan
beragama hanya pada waktu-waktu dan tempat-tempat tertentu.
Di
abad-abad terakhir ini juga banyak dicanangkan beberapa peraturan yang secara
terang-terangan menentang dan memerangi implementasi syari’ah Islam. Beberapa
pemerintahan sekuler dan komunis mengeluarkan ‘ultimatum’ terhadap para muslimah
yang memakai hijab di tempat umum ataupun di tempat kerja. Di negara
Indonesia, negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia ada beberapa lembaga
edukatif yang mengaplikasikan peraturan semacam ini. Lebih dari itu, kadang
permasalahan memakai hijab dianggap suatu pelanggaran terhadap
perundang-undangan yang ada. Akibatnya, tak sedikit muslimah yang kehilangan
profesi lantaran mengenakan hijab di tempat umum atau di tempat kerja.
Hal ini membuat
implementasi beberapa poin syari’ah Islam seakan-akan menjadi beban dalam hidup
bermasyarakat dan bersosial. Hal ironis ini juga telah diindikasikan oleh
Rasulullah SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh ibnu Mas’ud: Orang
yang berpegang teguh terhadap sunnahku ketika umatku terpecah belah,
seakan-akan dia memegang bara api. [2]
Oleh
karena itulah Islam memberikan jaminan dan tawaran yang sangat besar bagi
orang-orang yang mau konsisten dalam menjalankan dan mengimplementasikan syari’ah
Islam. Dalam hal ini Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah: barang siapa berpegang teguh terhadap sunnahku ketika
kerusakan umatku, baginya pahala orang mati syahid.[3]
Lebih dalam lagi, akhir-akhir ini syari’ah
Islam hampir kehilangan citranya sebagai barometer dalam sistem-sistem yang
mengatur hidup masyarakat. Banyak sekali hal-hal keliru di mata syari’ah namun
dianggap benar dan syari’ah Islamlah yang kurang kompatibel dengan keadaan
masyarakat. Jika asumsi semacam ini terus berkembang dan menyebar luas di
masyarakat, maka yang menjadi ancaman adalah hilangnya konsistensi syari’ah
Islam sebagai penengah dan tolak ukur dalam kehidupan kita.
MENGANALISA FAKTOR-FAKTOR DEKADENSI IMPLEMENTASI
SYARI’AH SEJALAN PERKEMBANGAN SEJARAH
Dekadensi
yang dialami syari’ah Islam di bidang implementasi merupakan hal yang
semestinya disayangkan dan diperhatikan oleh figur-figur religius dan
tokoh-tokoh masyarakat serta bangsa. Sebagaimana telah kita bahas pada
pendahuluan, kurang atau tidak adanya implementasi syari’ah dalam suatu
masyarakat bisa mengakibatkan kerusakan dan kepincangan dalam masyarakat
tersebut.
Masa
Rasulullah SAW sebagai masa puncak implementasi syari’ah Islam tentunya
memiliki alasan mengapa hal tersebut bisa dicapai. Masa itu adalah masa-masa
penurunan wahyu dan perjalanan aplikasi syari’ah Islam langsung dituntun oleh
Allah melalui Jibril as. Selain itu, segala sistem dan aspek kehidupan yang
berlaku saat itu langsung dipimpin oleh sang pembawa risalah yaitu Rasulullah
SAW sehingga segala macam problematika bisa langsung dipecahkan oleh beliau.
Ditambah
lagi restriktifitas muslimin kala itu
yang dominan di kota Madinah dan Makkah. Hal ini sangat mendukung sempurnanya
implementasi syari’ah pada zaman itu karena bisa dikatakan hampir semua lapisan
masyarakat bisa dijangkau oleh Rasulullah SAW.
Pada masa
khulafa al-rasyidin – terutama pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab
–, ekspansi Islam berkembang cukup pesat. Beberapa daerah berhasil ‘dijinakkan’.
Dari sisi perkembangan jumlah muslimin dan universalitas Islam, hal ini
tentunya sangat baik. Seharusnya hal ini
tidak mengganggu implementasi syari’ah dari segala dimensinya. Aplikasi syari’ah
seharusnya berjalan sebagaimana mestinya. Namun sejarah mengungkap bahwa berbaurnya
muslimin dengan bangsa-bangsa yang baru berhasil masuk dan memeluk agama Islam
juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam hal penerapan syari’ah.
Sistem kehidupan bermasyarakat mereka tak mesti sama dengan sistem yang Islam
tawarkan. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tingkat implementasi syari’ah
Islam pada masa khulafa al-rasyidin.
Pada masa
tabi’in, dinasti Umawiyyah dan Abbasiyah serta dinasti-dinasti setelahnya, ekspansi
Islam meningkat lebih pesat. Sayap-sayap muslimin berhasil mencapai eropa dan
negara-negara penting di benua-benua lainnya. Hal tersebut membuat muslimin tak
dapat mengelak dari berkembangnya tingkat merger kultur dan budaya yang harus
dihadapi. Merger kultur tersebut banyak membawa sisi positif bagi muslimin
seperti improvisasi level pengetahuan dan sains. Namun sisi negatif juga mau
tidak mau pasti mengimbas bagi penerapan syari’ah Islam. Kultur ‘asing’ yang
dihadapi oleh muslimin membawa pengaruh yang cukup besar bagi implementasi syari’ah.
Sejalan
dengan perkembangan zaman dan lebih terbukanya pola pikir masyarakat termasuk
masyatakat muslim, tingkat culture mixing yang mesti dihadapi dunia
Islam meningkat. Masyarakat muslim dipaksa berkenalan dengan banyak budaya lain
sehingga banyak sekali dimensi dan aspek implementasi syari’ah yang sulit dipertahankan.
Pudarnya
pesona pemerintahan Islam dan merosotnya penerapan hukum Islam pada
pemerintahan mulai abad-abad terakhir ini juga sangat berpengaruh terhadap
implementasi syari’ah. Sangat sulit sekali kita temukan pemerintahan yang
menggunakan syari’ah Islam sebagai sumber hukum utama dalam perundang-undangan.
Realita seperti ini sangat mendukung kemunduran implementasi syari’ah.
Merosotnya
penerapan dan pelaksanaan syari’ah Islam akhir-akhir ini juga tak dapat
terlepas dari faktor lemahnya kaum muslimin dan kuatnya musuh mereka. Fakta
membuktikan bahwa hampir segala bidang dalam kehidupan kita saat ini dikuasai
oleh orang-orang yahudi ataupun nashrani. Ekonomi, politik, telekomunikasi,
teknologi, edukasi dan bidang-bidang lainnya tak luput dari kekuasaan musuh
Islam sehingga dengan mudah mereka bisa memasukkan apa saja yang mereka inginkan
ke dalam tubuh muslimin dan hal ini tentunya menjadi kesempatan emas bagi
mereka dalam merapuhkan syari’ah Islam.
Faktor lain yang tak dapat diabaikan
adalah kurangnya percaya diri pada kaum muslimin dalam menerapkan syari’ah
Islam sendiri. Hal ini tak luput dari asumsi miring yang menganggap bahwa syari’ah
dan kultur Islam tak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Kurang percaya diri
ini lebih mudah ditemukan pada kalangan muda-mudi muslimin. Dapat dilihat bahwa
generasi muslimin lebih percaya diri dengan budaya barat yang tak jarang
bertolak belakang dengan budaya Islam. Sedangkan menerapkan syari’ah Islam yang
seharusnya dibanggakan kini menjadi sesuatu yang dianggap ‘usang’.
RISALAH UNTUK KAUM MUSLIMIN (SIMPULAN DAN
SARAN)
Sebagaimana pengaruh orang-orang dan budaya barat serta lemahnya kaum muslimin
bisa merubah level implementasi syari’ah Islam dari level
yang sangat tinggi ke level yang cukup memprihatinkan, bukanlah suatu hal yang
mustahil bahwa kekuatan dan persatuan generasi muslimin dan tekad yang kuat
bisa mengembalikan level yang sempat hilang tersebut.
Melihat
faktor-faktor yang telah kita bahas pada pembahasan sebelumnya, perlu kiranya
kita bicarakan mengenai beberapa solusi yang bisa kita canangkan dan kita aplikasikan
dalam kehidupan kita demi membentengi implementasi syari’ah Islam dan menjaga
kelangsungan penerapannya dalam tantangan zaman yang semakin tak terkendalikan.
Implementasi
syari’ah Islam memang merupakan tugas semua kaum muslimin mulai dari kasta tertinggi
hingga kasta paling rendah. Namun, responsibilitas kasta-kasta papan atas
muslimin tentunya tak dapat diabaikan begitu saja. Tanggung jawab pemerintah
jelasnya lebih besar daripada rakyat biasa. Tanggung jawab figur-figur religius
tak dapat disamakan dengan tanggung jawab kaum awam.
Hal ini
tentunya mengindikasikan bahwa beban dan tugas pemerintah (umaro’) dan kaum
terpelajar (ulama’) dalam menerapkan syari’ah Islam lebih berat. Sebagaimana
telah disampaikan oleh Rasulullah SAW bahwa seorang pemimpin bertanggung jawab
akan rakyat yang ia pimpin. Tanggung jawab ini juga berkaitan dengan tanggung
jawab dalam hal implementasi syari’ah Islam. Kemerosotan implementasi syari’ah
suatu bangsa tak bisa dilepaskan dari tanggung jawab pemerintahan yang berkuasa.
Begitu
pula halnya dengan ulama’. Implementasi syari’ah juga merupakan bagian dari
tanggung jawab yang harus dijalani oleh para ulama’ melihat kualitas dan
kuantitas pengetahuan mereka yang dinilai plus daripada kaum awam. Lebih-lebih
kaum ulama’ memiliki titel sebagai ‘pewaris para nabi’.
Semua
lapisan masyarakat muslim juga dituntut untuk kembali menghidupkan syari’ah
Islam yang mulai memudar. Terutama kawula muda yang menjadi generasi penerus
muslimin. Kepercayaan diri sangat dibutuhkan dalam implementasi syari’ah Islam
karena sistem hidup yang sebenarnya kompatibel dengan seluruh sendi-sendi masyarakat
adalah syari’ah Islam dari segala dimensinya.
Kaum
terpelajar juga menghadapi tuntutan sekaligus tantangan untuk berkecimpung di
dunia kepemerintahan guna menerapkan sistem syari’ah Islam pada pemerintahan
yang ia dalangi. Sudah bukan waktunya lagi untuk berdiam diri saja dan merasa
cukup dengan sistem dakwah klasik. Masyarakat muslim membutuhkan pemerintahan
yang benar-benar dipegang oleh orang yang mumpuni di bidang implementasi syari’ah
Islam.
Berkembangnya
pengetahuan, teknologi dan sains juga harus dipergunakan secara maksimal untuk
kepentingan peningkatan implementasi syari’ah Islam. Banyak media yang bisa
dijadikan sarana dalam penyebaran implementasi syari’ah Islam ke seluruh
lapisan masyarakat seperti media cetak, internet, stasiun televisi dan
media-media massa lainnya.
Dengan
bangkitnya semua lapisan dan semua tingkatan masyarakat muslim dalam
implementasi syari’ah Islam dan optimalisasi penggunaan sarana dan prasarana
yang tersedia, insyaAllah kemakmuran dan ketenteraman yang dijanjikan oleh
Allah SWT bagi kaum yang hendak menerapkan syari’ah Islam akan tercapai.
Dekadensi moral dan segala problematika yang dihadapi oleh masyarakat muslim
akan terpecahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar