Rabu, 29 Agustus 2012

Meraih Kembali Kejayaan Syariat Islam


PENDAHULUAN
Islam adalah agama samawi yang dari segi akidah dan moral (akhlaq) sama persis dengan agama samawi lainnya yang dibawa oleh para nabi sebelum nabi Muhammad SAW. Namun dipandang dari sisi syari’ah, agama Islam memiliki keistimewaan tersendiri dibanding dengan agama-agama samawi lainnya seperti Nashrani dan Yahudi.
Syari’ah Islam diperuntukkan seluruh makhluk hidup yang ada pada masa nabi pembawa risalah Islam yakni nabi Muhammad SAW dan juga untuk makhluk hidup yang ada setelah masa beliau hingga hari akhir tiba. Atau secara singkatnya syari’ah Islam bersifat universal. Sedangkan syari’ah-syari’ah samawi sebelumnya hanya diperuntukkan kaum tertentu saja.
Di samping itu, syari’ah Islam merupakan syari’ah yang moderat antara syari’ah Yahudi yang dikenal berat (atau diperberat) dan syari’ah Nashrani yang dikenal ringan (atau diperingan). Universalitas syari’ah Islam juga dapat dilihat dari realitas bahwa tujuan pensyari’ahan syari’ah Islam adalah untuk menjaga kemaslahatan dan kelangsungan hidup muslim dan non-muslim.
Al-imam al-Syathibi dalam kitabnya Al-Muwafaqot menerangkan bahwa tujuan pensyari’ahan syari’ah Islam adalah
menjaga semua kemaslahatan makhluk hidup terutama manusia. Dan kemaslahatan yang dimaksud adalah kemaslahatan multidimensi, mulai dari kemaslahatan primer, tersier hingga sekunder[1].
Oleh karena itulah implementasi syari’ah di dalam suatu masyarakat menjadi sebuah jaminan kemakmuran dan ketenteraman. Kitab suci Al-Qur'an berulang kali menyinggung tentang koleteral tersebut dan hal ini bisa ditemukan di dalam  surat Al-A’raf 96, Al-Maidah 66 dan beberapa tempat lainnya.
Namun ketenteraman dan kemakmuran yang didambakan tersebut sangat jarang dapat ditemukan pada suatu masyarakat dewasa ini. Dan hal ini menganalogikan kurangnya – atau bahkan tidak adanya – implementasi syari’ah pada masyarakat tersebut. Mungkinkah implementasi syari’ah kembali mencapai puncak tertingginya? Bagaimana caranya agar problematika serius ini dapat kita lewati?  

SYARI’AH ISLAM DALAM LINTASAN SEJARAH MULTIFASE
Membahas tentang perjalanan implementasi syari’ah – khususnya syari’ah Islam – dari masa ke masa hampir dapat diketahui oleh semua kalangan muslim dari kasta ulama, umaro’ dan awam. Lebih-lebih kenyataan ini bisa dibaca oleh orang-orang non-muslim terutama para misionaris Eropa. Hampir dapat dipastikan bahwa realita yang berkembang di masyarakat adalah sama, yaitu kemerosotan implementasi syari’ah dari segala dimensinya.
Masa Rasulullah SAW sebagai masa awal penurunan, aplikasi serta implementasi syari’ah Islam tentunya merupakan masa teladan bagi masa-masa setelah masa beliau dalam hal penerapan segala aspek syari’ah. Bisa dikatakan bahwa syari’ah Islam pada masa nabi Muhammad mencapai puncak tertingginya dimana segala aspek kehidupan mulai dari segi individual, sosial, religius, duniawi dan segala sendi-sendi kehidupan bermasyarakat seperti ekonomi, politik, edukasi dan hal-hal lainnya dapat dijamah oleh syari’ah Islam.
Pada masa khulafa al-rasyidin dan masa-masa sahabat implementasi syari’ah tidak jauh berbeda dengan masa Rasulullah SAW. Secara global sejarah menggambarkan bahwa syari’ah Islam pada masa khulafa al-rasyidin juga merupakan masa-masa emas yang menjadi sejarah gemilang bagi aplikasi syari’ah Islam itu sendiri. Namun pada masa ini implementasi syari’ah tentunya mengalami penurunan dari level yang telah dicapai pada masa Rasulullah SAW.
Pada periode ketiga yaitu periode tabi’in, implementasi syari’ah Islam dinilai menurun daripada masa-masa sebelumnya. Hal ini juga tak lepas dari merosotnya responsibilitas pemerintahan pada masa itu. Dekadensi moral yang bahkan didalangi oleh beberapa pemimpin dinasti Umayyah pada masa itu memberikan suntikan kuat pada kemerosotan tersebut.
Masa-masa berikutnya juga mengalami penurunan implementasi syari’ah. Beberapa dinasti yang berdiri dan berkembang setelah dinasti Umayyah menjadi saksi degradasi aplikasi syari’ah Islam. Meski di berbagai bidang seperti pengetahuan dan sains Islam mengalami masa keemasannya pada masa-masa itu, hal itu tak dapat menutupi kemerosotan penerapan syari’ah dari berbagai aspeknya.
Hal ini sebenarnya telah diindikasikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits beliau yang diriwayatkan oleh beberapa kodifikator hadits seperti Imam Malik, Ahmad, Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Thabrani, Ibnu Abi Syaibah, Al-Bazzar dan beberapa kodifikator hadits yang lainnya. Dalam hadits tersebut beliau megindikasikan bahwa abad terbaik adalah abad beliau, kemudian abad setelah abad beliau, kemudian abad setelah itu.
Sampai saat ini Islam dan syari’ahnya telah melewati lebih dari empat belas abad. Setelah Islam dan syari’ahnya menjalani masa yang cukup panjang ini, tentunya sangat banyak sekali kemerosotan penerapan syari’ah yang dapat diraba di berbagai aspek dan sendi kehidupan masyarakat muslim. Sangat sulit sekali membandingkan implementasi syari’ah pada masa dewasa ini dengan masa Rasulullah SAW.
Pemerintahan Islam yang pada masa Rasulullah SAW dan masa-masa khulafa al-rasyidin serta masa-masa beberapa dinasti Islam bersinar dan menjadi opsi pertama sistem pemerintahan yang berkuasa di dunia, kini mengalami krisis yang sangat serius. Syari’ah Islam sebagai undang-undang dan sistem masyarakat pada masa-masa tersebut juga mengalami hal yang sama. Hampir mustahil kita menemukan pemerintahaan yang seratus persen menggunakan syari’ah Islam sebagai undang-undang dan peraturan hidup bermasyarakat.
Dewasa ini syari’ah Islam kerap kali dianggap canggung dan tidak sejalan dengan perkembangan zaman. Asumsi bahwa syari’ah Islam tak layak untuk memainkan peran dalam kehidupan berpolitik, berekonomi dan bersosial mulai digulirkan di tengah masyarakat. Hal ini berkaitan dengan misi rasionalisme dan sekularisme dalam membuang jauh ‘agama’ dari kehidupan masyarakat dan membatasi kehidupan beragama hanya pada waktu-waktu dan tempat-tempat tertentu.
Di abad-abad terakhir ini juga banyak dicanangkan beberapa peraturan yang secara terang-terangan menentang dan memerangi implementasi syari’ah Islam. Beberapa pemerintahan sekuler dan komunis mengeluarkan ‘ultimatum’ terhadap para muslimah yang memakai hijab di tempat umum ataupun di tempat kerja. Di negara Indonesia, negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia ada beberapa lembaga edukatif yang mengaplikasikan peraturan semacam ini. Lebih dari itu, kadang permasalahan memakai hijab dianggap suatu pelanggaran terhadap perundang-undangan yang ada. Akibatnya, tak sedikit muslimah yang kehilangan profesi lantaran mengenakan hijab di tempat umum atau di tempat kerja.
Hal ini membuat implementasi beberapa poin syari’ah Islam seakan-akan menjadi beban dalam hidup bermasyarakat dan bersosial. Hal ironis ini juga telah diindikasikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh ibnu Mas’ud: Orang yang berpegang teguh terhadap sunnahku ketika umatku terpecah belah, seakan-akan dia memegang bara api. [2]
Oleh karena itulah Islam memberikan jaminan dan tawaran yang sangat besar bagi orang-orang yang mau konsisten dalam menjalankan dan mengimplementasikan syari’ah Islam. Dalam hal ini Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: barang siapa berpegang teguh terhadap sunnahku ketika kerusakan umatku, baginya pahala orang mati syahid.[3]
Lebih dalam lagi, akhir-akhir ini syari’ah Islam hampir kehilangan citranya sebagai barometer dalam sistem-sistem yang mengatur hidup masyarakat. Banyak sekali hal-hal keliru di mata syari’ah namun dianggap benar dan syari’ah Islamlah yang kurang kompatibel dengan keadaan masyarakat. Jika asumsi semacam ini terus berkembang dan menyebar luas di masyarakat, maka yang menjadi ancaman adalah hilangnya konsistensi syari’ah Islam sebagai penengah dan tolak ukur dalam kehidupan kita.
MENGANALISA FAKTOR-FAKTOR DEKADENSI IMPLEMENTASI SYARI’AH SEJALAN PERKEMBANGAN SEJARAH
Dekadensi yang dialami syari’ah Islam di bidang implementasi merupakan hal yang semestinya disayangkan dan diperhatikan oleh figur-figur religius dan tokoh-tokoh masyarakat serta bangsa. Sebagaimana telah kita bahas pada pendahuluan, kurang atau tidak adanya implementasi syari’ah dalam suatu masyarakat bisa mengakibatkan kerusakan dan kepincangan dalam masyarakat tersebut.
Masa Rasulullah SAW sebagai masa puncak implementasi syari’ah Islam tentunya memiliki alasan mengapa hal tersebut bisa dicapai. Masa itu adalah masa-masa penurunan wahyu dan perjalanan aplikasi syari’ah Islam langsung dituntun oleh Allah melalui Jibril as. Selain itu, segala sistem dan aspek kehidupan yang berlaku saat itu langsung dipimpin oleh sang pembawa risalah yaitu Rasulullah SAW sehingga segala macam problematika bisa langsung dipecahkan oleh beliau.
Ditambah lagi restriktifitas muslimin kala  itu yang dominan di kota Madinah dan Makkah. Hal ini sangat mendukung sempurnanya implementasi syari’ah pada zaman itu karena bisa dikatakan hampir semua lapisan masyarakat bisa dijangkau oleh Rasulullah SAW.
Pada masa khulafa al-rasyidin – terutama pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab –, ekspansi Islam berkembang cukup pesat. Beberapa daerah berhasil ‘dijinakkan’. Dari sisi perkembangan jumlah muslimin dan universalitas Islam, hal ini tentunya sangat baik.  Seharusnya hal ini tidak mengganggu implementasi syari’ah dari segala dimensinya. Aplikasi syari’ah seharusnya berjalan sebagaimana mestinya. Namun sejarah mengungkap bahwa berbaurnya muslimin dengan bangsa-bangsa yang baru berhasil masuk dan memeluk agama Islam juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam hal penerapan syari’ah. Sistem kehidupan bermasyarakat mereka tak mesti sama dengan sistem yang Islam tawarkan. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tingkat implementasi syari’ah Islam pada masa khulafa al-rasyidin.
Pada masa tabi’in, dinasti Umawiyyah dan Abbasiyah serta dinasti-dinasti setelahnya, ekspansi Islam meningkat lebih pesat. Sayap-sayap muslimin berhasil mencapai eropa dan negara-negara penting di benua-benua lainnya. Hal tersebut membuat muslimin tak dapat mengelak dari berkembangnya tingkat merger kultur dan budaya yang harus dihadapi. Merger kultur tersebut banyak membawa sisi positif bagi muslimin seperti improvisasi level pengetahuan dan sains. Namun sisi negatif juga mau tidak mau pasti mengimbas bagi penerapan syari’ah Islam. Kultur ‘asing’ yang dihadapi oleh muslimin membawa pengaruh yang cukup besar bagi implementasi syari’ah.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan lebih terbukanya pola pikir masyarakat termasuk masyatakat muslim, tingkat culture mixing yang mesti dihadapi dunia Islam meningkat. Masyarakat muslim dipaksa berkenalan dengan banyak budaya lain sehingga banyak sekali dimensi dan aspek implementasi syari’ah yang sulit dipertahankan.
Pudarnya pesona pemerintahan Islam dan merosotnya penerapan hukum Islam pada pemerintahan mulai abad-abad terakhir ini juga sangat berpengaruh terhadap implementasi syari’ah. Sangat sulit sekali kita temukan pemerintahan yang menggunakan syari’ah Islam sebagai sumber hukum utama dalam perundang-undangan. Realita seperti ini sangat mendukung kemunduran implementasi syari’ah.
Merosotnya penerapan dan pelaksanaan syari’ah Islam akhir-akhir ini juga tak dapat terlepas dari faktor lemahnya kaum muslimin dan kuatnya musuh mereka. Fakta membuktikan bahwa hampir segala bidang dalam kehidupan kita saat ini dikuasai oleh orang-orang yahudi ataupun nashrani. Ekonomi, politik, telekomunikasi, teknologi, edukasi dan bidang-bidang lainnya tak luput dari kekuasaan musuh Islam sehingga dengan mudah mereka bisa memasukkan apa saja yang mereka inginkan ke dalam tubuh muslimin dan hal ini tentunya menjadi kesempatan emas bagi mereka dalam merapuhkan syari’ah Islam.
Faktor lain yang tak dapat diabaikan adalah kurangnya percaya diri pada kaum muslimin dalam menerapkan syari’ah Islam sendiri. Hal ini tak luput dari asumsi miring yang menganggap bahwa syari’ah dan kultur Islam tak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Kurang percaya diri ini lebih mudah ditemukan pada kalangan muda-mudi muslimin. Dapat dilihat bahwa generasi muslimin lebih percaya diri dengan budaya barat yang tak jarang bertolak belakang dengan budaya Islam. Sedangkan menerapkan syari’ah Islam yang seharusnya dibanggakan kini menjadi sesuatu yang dianggap ‘usang’.
RISALAH UNTUK KAUM MUSLIMIN (SIMPULAN DAN SARAN)
Sebagaimana pengaruh orang-orang dan budaya barat serta lemahnya kaum muslimin bisa merubah level implementasi syari’ah Islam dari level yang sangat tinggi ke level yang cukup memprihatinkan, bukanlah suatu hal yang mustahil bahwa kekuatan dan persatuan generasi muslimin dan tekad yang kuat bisa mengembalikan level yang sempat hilang tersebut.
Melihat faktor-faktor yang telah kita bahas pada pembahasan sebelumnya, perlu kiranya kita bicarakan mengenai beberapa solusi yang bisa kita canangkan dan kita aplikasikan dalam kehidupan kita demi membentengi implementasi syari’ah Islam dan menjaga kelangsungan penerapannya dalam tantangan zaman yang semakin tak terkendalikan.
Implementasi syari’ah Islam memang merupakan tugas semua kaum muslimin mulai dari kasta tertinggi hingga kasta paling rendah. Namun, responsibilitas kasta-kasta papan atas muslimin tentunya tak dapat diabaikan begitu saja. Tanggung jawab pemerintah jelasnya lebih besar daripada rakyat biasa. Tanggung jawab figur-figur religius tak dapat disamakan dengan tanggung jawab kaum awam.
Hal ini tentunya mengindikasikan bahwa beban dan tugas pemerintah (umaro’) dan kaum terpelajar (ulama’) dalam menerapkan syari’ah Islam lebih berat. Sebagaimana telah disampaikan oleh Rasulullah SAW bahwa seorang pemimpin bertanggung jawab akan rakyat yang ia pimpin. Tanggung jawab ini juga berkaitan dengan tanggung jawab dalam hal implementasi syari’ah Islam. Kemerosotan implementasi syari’ah suatu bangsa tak bisa dilepaskan dari tanggung jawab pemerintahan yang berkuasa.
Begitu pula halnya dengan ulama’. Implementasi syari’ah juga merupakan bagian dari tanggung jawab yang harus dijalani oleh para ulama’ melihat kualitas dan kuantitas pengetahuan mereka yang dinilai plus daripada kaum awam. Lebih-lebih kaum ulama’ memiliki titel sebagai ‘pewaris para nabi’.
Semua lapisan masyarakat muslim juga dituntut untuk kembali menghidupkan syari’ah Islam yang mulai memudar. Terutama kawula muda yang menjadi generasi penerus muslimin. Kepercayaan diri sangat dibutuhkan dalam implementasi syari’ah Islam karena sistem hidup yang sebenarnya kompatibel dengan seluruh sendi-sendi masyarakat adalah syari’ah Islam dari segala dimensinya.
Kaum terpelajar juga menghadapi tuntutan sekaligus tantangan untuk berkecimpung di dunia kepemerintahan guna menerapkan sistem syari’ah Islam pada pemerintahan yang ia dalangi. Sudah bukan waktunya lagi untuk berdiam diri saja dan merasa cukup dengan sistem dakwah klasik. Masyarakat muslim membutuhkan pemerintahan yang benar-benar dipegang oleh orang yang mumpuni di bidang implementasi syari’ah Islam.
Berkembangnya pengetahuan, teknologi dan sains juga harus dipergunakan secara maksimal untuk kepentingan peningkatan implementasi syari’ah Islam. Banyak media yang bisa dijadikan sarana dalam penyebaran implementasi syari’ah Islam ke seluruh lapisan masyarakat seperti media cetak, internet, stasiun televisi dan media-media massa lainnya.
Dengan bangkitnya semua lapisan dan semua tingkatan masyarakat muslim dalam implementasi syari’ah Islam dan optimalisasi penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia, insyaAllah kemakmuran dan ketenteraman yang dijanjikan oleh Allah SWT bagi kaum yang hendak menerapkan syari’ah Islam akan tercapai. Dekadensi moral dan segala problematika yang dihadapi oleh masyarakat muslim akan terpecahkan.


[1] - Ibrahim bin Musa al-Syatibi, Al-Muwfaqot, 1997, Damaskus: Dar Ibn ‘Affan, Cet. Ke-1, jilid ke-2 hal 17.
[2]- Muhammad bin Abdurrauf, Faidlh al-Qodir, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Cet. Ke-1, jilid ke-6 hal 339.
[3]- Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar